Kewaijban Sipol Bagi Parpol Peserta Pemilu
oleh: Indra Gunawan Anggota KPU Kabupaten Malinau Divisi Teknis Penyelenggaraan Sistem demokrasi di negara kita menempatkan kedaulatan berada di tangan rakyat. Sedangkan pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat. Untuk dapat menjadi wakil rakyat atau menjadi presiden dan wakil presiden harus mengikuti mekanisme pencalonan melalui partai politik. Dan sebaliknya, agar dapat mengusulkan calon legislatif, partai politik harus memenuhi syarat sebagai peserta pemilu dan baru dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden setelah memiliki kursi (wakil) di DPR RI hasil pemilu sebelumnya. Partai politik memiliki peran sentral dalam sistem demokrasi di Indonesia. Mainstream dalam pemilu adalah partai politik. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah mengatur dengan jelas dan rinci terkait partai politik peserta pemilu. Untuk menjadi peserta pemilu, parpol harus memenuhi/ lulus verifikasi persyaratan. Lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan verifikasi persyaratan dan menetapkan Partai Politik peserta pemilu adalah KPU. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa KPU memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan dan menjaga demokrasi dan kedaulatan rakyat di Indonesia. Dalam menyelenggarakan pemilu, KPU bukan saja harus dapat melaksanakan pemilu yang berasas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, tetapi penyelenggaranya juga harus memenuhi prinsip-prinsip mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif dan efesien. Dalam tataran teknis penyelenggaraan pemilu, kegiatan verifikasi persyaratan parpol peserta pemilu yang meliputi penelitian administrasi dan keabsahan persyaratan peserta pemilu tidaklah mudah, bahkan bisa dikatakan sangat rumit. Verifikasi bukan saja meneliti kelengkapan dan keabsahan dokumen persyaratan Parpol tetapi juga melakukan verifikasi terhadap dugaan keanggotaan ganda Parpol dan keanggotaan Parpol yang tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu pelaksanaan verifikasi harus dilakukan secara cermat dan akurat sehingga parpol yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilu merupakan Partai Politik yang memang benar-benar telah memenuhi persyaratan sebagai peserta pemilu. Pada kenyataannya, untuk mencapai cermat dan akurat tidaklah mudah jika verifikasi dilaksanakan secara manual tanpa menggunakan alat bantu. Hal ini karena dokumen/data yang diverifikasi jumlahnya sangat banyak. Pada pemilu tahun 2019, terdapat 27 Partai Politik yang mengajukan sebagai peserta pemilu. Setiap Parpol wajib memiliki kepengurusan di 34 provinsi, memiliki kepengurusan di 75% jumlah kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan dan memiliki kepengurusan di 50% jumlah kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan, serta memiliki anggota sekurang-kurangnya 1000 orang atau 1/1000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan Parpol tingkat kabupaten/kota. Sebagai ilustrasi, jika dalam satu kabupaten terdapat 1 juta penduduk maka jumlah anggota Parpol yang harus dimiliki di kabupaten tersebut sekurang-kurangnya adalah 1000 orang. Jika terdapat 27 Partai Politik maka dalam kabupaten tersebut terdapat 27.000 orang sebagai anggota Parpol yang dilakukan verifikasi. Ilustrasi ini baru sebatas jumlah anggota Parpol, belum termasuk kepengurusan Parpol maupun persyaratan lain yang juga harus diverifikasi. Bagaimana dengan verifikasi dalam satu provinsi ataupun secara nasional (34 provinsi), tentu jumlah datanya jauh lebih besar lagi. Pelaksanaan verifikasi persyaratan Parpol peserta pemilu jika dilakukan tanpa alat bantu, hasilnya bisa tidak akurat, tidak transparan dan tidak ada kontrol. Sangat tergantung oleh verifikator yang juga memiliki keterbatasan. Partai politik yang sejatinya tidak memenuhi persyaratan bisa saja lolos sebagai peserta pemilu. Jika ini terjadi maka KPU sebagai penyelenggara telah melanggar prinsip adil, berkepastian hukum, tertib, profesional dan akuntabel. Untuk mengurai kerumitan dalam verifikasi persyaratan Partai Politik peserta pemilu, KPU dituntut untuk dapat memanfaatkan sumber daya, sarana dan prasarana yang ada dalam mendukung kerja penyelenggaraan pemilu. Salah satunya adalah memanfaatkan system aplikasi berbasis teknologi informasi yang dapat menjadi alat bantu bagi KPU dan Parpol peserta pemilu pada saat tahapan pendaftaran dan verifikasi persyaratan Parpol peserta pemilu. Teknologi informasi yang digunakan tersebut dikenal dengan nama Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL). Dalam sistem tersebut memuat informasi, antara lain SK kepengurusan Parpol, rekapitulasi Parpol, kelengkapan dokumen parpol, sebaran pengurus, data pengurus parpol dan data keanggotaan Parpol. Selain itu, sistem aplikasi ini dapat mendeteksi kegandaan anggota parpol maupun anggota parpol yang tidak memenuhi syarat. Penggunaan Sipol sejatinya merupakan pengejawantahan dari Pasal 174 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 dalam menetapkan tata cara penelitian administrasi dan penetapan keabsahan persyaratan parpol peserta pemilu. Pada pasal tersebut secara eksplisit memang tidak menyebutkan penggunaan Sipol tetapi memberikan ruang penggunaan Sipol yang diatur dalam Peraturan KPU. Tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan Sipol sangat membantu kerja penyelenggara pemilu pada saat proses pendaftaran dan verifikasi persyaratan parpol peserta pemilu. Sedangkan manfaat Sipol bagi Parpol dapat menjadi alat bantu dalam mengukur kesiapan Parpol dalam menyediakan dokumen persyaratan yang dibutuhkan pada saat pendaftaran. Manfaat lain adanya penggunaan Sipol mendorong terjadinya konsolidasi internal parpol antara pusat dan di daerah untuk mewujudkan tertib administrasi dan tertib pendataan. Hal ini selaras dengan kewajiban parpol untuk memelihara ketertiban data anggota (UU No 2 Tahun 2008 Pasal 13 huruf (g) tentang partai politik). Atas dasar pertimbangan ini pada pemilu tahun 2019, KPU menetapkan kewajiban menggunakan Sipol bagi Parpol yang akan mendaftar sebagai peserta pemilu. Kewajiban penggunaan Sipol tersebut juga dimaksudkan untuk memberikan rasa keadilan bagi setiap parpol yang mendaftar sebagai peserta pemilu. Kompetisi yang fair play. Sehingga tidak ada parpol yang dengan sengaja tidak mau menggunakan Sipol agar persyaratan yang belum lengkap atau tidak memenuhi syarat tidak dapat terdekteksi sehingga dapat lolos sebagai peserta pemilu. Penggunaan Sipol pada pemilu 2019 telah menimbulkan pro kontra dari berbagai pihak. Meskipun Sipol terbukti memberikan manfaat dalam proses pendaftaran dan verifikasi, namun terdapat juga yang menolak penggunaan Sipol karena tidak diatur dalam UU No. 7 tahun 2017 sehingga dianggap bertentangan dengan undang-undang. Klimaksnya ketika Bawaslu menerima pengaduan 9 Parpol yang dinyatakan KPU gagal dalam proses pendaftaran Parpol peserta pemilu dan memutuskan/memerintahkan kepada KPU agar memproses kembali pendaftaran 9 parpol tersebut. Putusan Bawaslu tersebut menurut pendapat Penulis bukan menjadi alasan untuk menghapus penggunaan Sipol. Tetapi lebih menjadi bahan evaluasi bagi KPU terhadap penggunaan Sipol agar lebih baik lagi sehingga dapat digunakan dan diterima oleh semua Parpol peserta pemilu. Jika Sipol ditiadakan sama saja dengan kemunduran demokrasi. Hasil kerja verifikasi persyaratan Parpol oleh Penyelenggara akan diragukan kebenarannya, karena mustahil akurat jika data yang diverifikasi jumlahnya ratusan ribu atau bahkan jutaan. Tahun 2022 adalah tahun bagi Partai Politik untuk mendaftarkan diri menjadi peserta pemilu serentak tahun 2024. Saat ini KPU sedang menyiapkan regulasi teknis serta sarana dan prasarana terkait penggunaan Sipol. Permasalahan penggunaan Sipol seperti gangguan server, waktu input data ke Sipol oleh Parpol yang terbatas, implementasi penggunaan SIPOL yang kurang dipahami Parpol dan lain-lain telah dipetakan dan dicari solusinya sehingga penggunaan Sipol nantinya dapat diterima oleh semua pihak. Sejatinya Sipol adalah alat bantu bagi KPU sebagai penyelenggara pemilu dan Partai Politik sebagai peserta pemilu sehingga pemilu dapat dilaksanakan secara adil, transparan, akuntabel, efektif dan efesien. Kewajiban penggunaan Sipol tidak dimaksudkan untuk bertentangan dengan undang-undang pemilu. Sipol hadir untuk turut mewujudkan demokrasi di Indonesia yang lebih baik, yang merupakan cita-cita dari undang-undang pemilu itu sendiri. (*)
Selengkapnya